JAKARTA - Bank Indonesia (BI) segera memperkenalkan inovasi baru di pasar keuangan melalui penerbitan surat berharga suku bunga mengambang yang disebut Bank Indonesia Floating Rate Note (BI-FRN). Langkah ini menjadi bagian penting dari strategi BI untuk memperkuat mekanisme pasar dan mendorong pengembangan Overnight Index Swap (OIS) sebagai instrumen lindung nilai suku bunga.
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Fitra Jusdiman, menjelaskan bahwa penerbitan perdana BI-FRN akan dilakukan pada 17 November 2025, dengan tenor hingga 12 bulan. Ia menegaskan, tahap awal penerbitan hanya akan ditawarkan kepada 20 dealer utama (DU) yang berhak memperdagangkannya kembali di pasar sekunder.
Menurut Fitra, imbal hasil BI-FRN bersifat mengambang dan akan dihitung pada saat jatuh tempo. Mekanisme ini membuat produk tersebut memiliki risiko fluktuasi suku bunga, sehingga diperlukan instrumen lindung nilai yang sesuai.
“Karena ada risiko fluktuasi suku bunga, maka perlu ada instrumen hedging yaitu berupa OIS sehingga nanti kita harapkan, dengan adanya underlying different ini [BI-FRN] yang akan ada di pasar, kemudian OIS-nya akan mulai berkembang,” ujar Fitra dalam taklimat media di Kantor BI, Jakarta, Jumat (7 November 2025).
Langkah Strategis Menuju Reformasi Suku Bunga Domestik
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Agustina Dharmayanti, menyampaikan bahwa peluncuran BI-FRN menjadi bagian dari reformasi besar sistem keuangan Indonesia. Reformasi ini dilakukan untuk memperkuat sistem suku bunga acuan domestik menuju sistem yang lebih transparan dan berbasis transaksi (transaction-based benchmark).
Langkah tersebut juga merupakan bagian dari Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2030 yang telah disusun BI. Melalui peta jalan ini, BI menargetkan terciptanya infrastruktur pasar keuangan yang efisien, modern, dan adaptif terhadap dinamika global.
Agustina menjelaskan bahwa pada periode 2026–2027, suku bunga acuan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) akan digantikan oleh Compounded INDONIA (Indonesia Overnight Index Average). INDONIA akan berperan sebagai acuan sementara atau backward-looking benchmark, sebelum sistem keuangan beralih penuh pada 2028 menuju OIS berbasis transaksi nyata yang bersifat forward-looking.
Menurutnya, perubahan ini menjadi tonggak penting untuk menjadikan pasar uang Indonesia lebih kredibel dan sesuai dengan standar internasional. BI berharap, BI-FRN dapat menjadi fondasi bagi terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam, likuid, dan stabil.
Pertumbuhan Pasar Uang dan Valas Dorong Pengembangan OIS
Agustina juga mengungkapkan bahwa sejak diterapkannya kebijakan Operation Market Rate-Oriented (OMRO) pada Mei 2024, aktivitas di pasar uang dan pasar valuta asing (valas) menunjukkan peningkatan signifikan. Hingga tahun ini, rata-rata harian transaksi di pasar uang mencapai Rp54,4 triliun, sementara transaksi di pasar valas menembus US$10 miliar per hari.
Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya aliran modal masuk serta efisiensi harga dari berbagai instrumen moneter, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Kedua instrumen tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas likuiditas dan nilai tukar rupiah.
Namun demikian, Agustina menilai bahwa pengembangan pasar derivatif suku bunga masih terbatas. “Ini kita pengen nambahin lagi pake instrumen hedging suku bunga di pasar uang, itu dengan OIS. Sekarang kecil sekali, cuman paling sekitar Rp60 miliar rupiah per hari. Nah, ini kita tambahin lagi, mudah-mudahan jadi perkembangan transaksi pasar uangnya akan semakin besar,” jelasnya.
Melalui OIS, para pelaku pasar dapat menukar pendapatan berbasis suku bunga tetap dengan suku bunga mengambang berbasis INDONIA. Mekanisme ini memberikan fleksibilitas dan perlindungan terhadap risiko perubahan suku bunga yang mungkin terjadi di masa mendatang.
BI Dorong Pembentukan Harga yang Transparan di Pasar OIS
Untuk mempercepat pengembangan pasar OIS, BI menyiapkan dua strategi utama. Pertama, dengan menerbitkan BI-FRN sebagai instrumen berimbal hasil mengambang yang menjadi underlying asset. Kedua, dengan membentuk mekanisme matchmaking antarpelaku pasar melalui pialang pasar uang atau dealer utama.
Agustina menambahkan bahwa BI akan menunjuk dealer utama untuk mempertemukan tawaran beli (bid) dan jual (ask) OIS dari perbankan. Hasil dari transaksi tersebut nantinya akan dipublikasikan secara terbuka agar dapat menjadi acuan harga (price reference) di pasar.
“Ini [pengumuman hasil transaksi] untuk mendorong price discovery di pasar overnight index swap,” ungkap Agustina.
Melalui publikasi harga yang transparan, BI berharap kredibilitas kebijakan moneter nasional akan semakin kuat. Dengan adanya acuan harga yang jelas, bank dan lembaga keuangan dapat menyesuaikan strategi suku bunga mereka secara lebih efisien dan akurat.
Fitra menambahkan, selama ini perbedaan referensi harga antarbank sering menimbulkan ketidakpastian. Karena itu, pembentukan harga OIS yang transparan akan membantu menciptakan keseragaman standar di pasar keuangan.
“Misalkan seperti KPR, KPR itu biasanya tiga bulan OIS-nya, tinggal berapa nanti marginnya. Nah OIS-nya sudah ada nanti, di-publish OIS-nya. Nah, berapa yang dikenakan oleh bank kepada nasabahnya? Ya OIS plus margin. Inilah yang nanti bisa kita lihat, apakah bank ini kemahalan atau bank itu cukup wajar,” ujar Fitra menjelaskan.
Arah Baru Kebijakan Moneter dan Penguatan Pasar Keuangan
Dengan penerbitan BI-FRN, Bank Indonesia tidak hanya menambah variasi instrumen moneter, tetapi juga membuka babak baru bagi efisiensi pasar keuangan domestik. Instrumen ini diharapkan menjadi katalis bagi tumbuhnya pasar derivatif suku bunga dan memperkuat fondasi sistem keuangan nasional.
Penerapan OIS berbasis transaksi juga akan menciptakan acuan suku bunga yang lebih kredibel dan realistis. Hal ini akan membantu industri perbankan dan korporasi dalam mengelola risiko bunga, sekaligus memperbaiki mekanisme pembentukan harga kredit dan instrumen investasi.
Selain itu, penerbitan BI-FRN dan pengembangan OIS juga akan mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat daya saing pasar keuangan Indonesia di kawasan Asia. Dengan sistem yang lebih modern, transparan, dan efisien, Indonesia diharapkan dapat menarik lebih banyak investor institusional dari dalam dan luar negeri.
Langkah strategis ini menjadi bagian dari upaya jangka panjang BI untuk membangun pasar keuangan yang berdaya saing global. Melalui inovasi seperti BI-FRN, BI menunjukkan komitmennya untuk terus memperkuat kebijakan moneter, menjaga stabilitas, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.